Peran Guru dalam Membentuk Siswa Berkompetensi Tinggi melalui Pembelajaran Membaca Pemahaman dengan Pendekatan Konstruktivisme
Peran Guru dalam Membentuk Siswa Berkompetensi Tinggi melalui Pembelajaran Membaca Pemahaman dengan Pendekatan Konstruktivisme
Yuvita Ardi Y*
Abstrak
Dalam pembelajaran guru bukan merupakan satu-satunya sumber belajar, melainkan sebagai penggiat dalam pembelajaran dengan mewujudkan optimalisasi pada diri siswa. Optimalisasi pada siswa dapat dilakukan dengan membentuk siswa berkompetensi tinggi melalui pembelajaran membaca pemahaman dengan pendekatan konstruktivisme. Guru berperan sebagai mediator dan fasilitator dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistikme.
Kata Kunci : Membaca Pemahaman , Pendekatan Konstruktivisme
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tentunya memberikan arti tersendiri bagi dunia pendidikan dan menuntut terciptanya guru yang berkualitas. Guru yang berkualitas bukan hanya menjadikan dirinya sebagai satu-satunya sumber belajar bagi siswa melainkan memposisikan dirinya sebagai penggiat dalam proses optimalisasi diri siswa untuk menghasilkan perubahan perilaku yang relatif permanen. Salah satu wujud optimalisasi tersebut adalah meningkatkan kognitif siswa dengan membentuk siswa yang memiliki kompetensi tinggi melalui pembelajaran membaca pemahaman. Hal ini karena, saat ini tingkat kegemaran membaca siswa rendah dan tidak sedikit siswa yang terkadang kurang paham terhadap hal yang dibacanya, sehingga kompetensi mereka rendah. Pada dasarnya membaca merupakan proses membangun makna dari pesan yang disampaikan melalui simbol-simbol tulisan. Dalam proses tersebut, pembaca mengintegrasikan atau mengaitkan antara informasi, pesan dalam tulisan dengan pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki (skemata) pembaca. Dalam proses membaca, pembaca menggunakan berbagai ketrampilan meliputi ketrampilan fisik dan mental dan pembelajaran adalah dampak dari berfikir. Retensi, pemahaman, dan penggunaan aktif pengetahun bisa tercipta hanya dengan pengalaman pembelajaran dimana siswa berfikir tentang, dan berfikir dengan apa yang mereka pelajari. (Perkins, 1993).
Pembelajaran membaca pemahaman dalam pelaksanaannya dapat dikolaborasikan dengan pendekatan konstruktivisme. Burke, Williams, dan Skinner (2007) dan Wilingham (2007) mengemukakan bahwa berfikir seyogianya diintegrasikan ke dalam kurikulum umum. Hal tersebut mencakup kegiatan menggunakan kesan sensori visual dan hasil interpretasi bersama-sama dengan latar belakang pengalaman untuk membangun makna. Membangun makna dari bacaan merupakan proses aktif dalam membaca. Pembaca tidak hanya menyerap makna dengan mengambil dari kata-kata yang dilihat dengan mata, tetapi mereka juga harus berinteraksi dengan teks melalui informasi yang ada dalam latar belakang pengetahuan yang dimiliki pembaca. Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran awal tentang pembelajaran membaca pemahaman dengan pendekatan konstruktivisme yang dapat digunakan oleh guru untuk membentuk siswa berkompetensi tinggi. Selanjutnya, gambaran awal tersebut diharapkan akan memotivasi guru untuk menciptakan pembelajaran yang lebih interaktif guna membentuk siswa yang berkompetensi tinggi.
Hakikat Membaca
Pada dasarnya membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis. Terdapat banyak definisi membaca yang telah dikemukakan para ahli. Anderson (1972:209-210) mengatakan bahwa membaca dalam linguistik, adalah suatu proses penyandian kembali dan pembaca sandi (a recording and decoding prosess), berlainan dengan berbicara dan menulis yang justru melibatkan penyandian (encoding). Sebuah aspek pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis (written word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning) yang mencakup pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna. Goodman (1996:2-3) menyatakan bahwa membaca merupakan suatu proses dinamis untuk merekonstruksi suatu pesan yang secara grafis dikodekan oleh penulis. Di dalam proses ini, penulis melakukan pengkodean linguistik yang kemudian diuraikan oleh pembaca untuk mendapatkan pemahaman atau makna. Penulis mengkodekan pikiran ke dalam bahasa, pembaca menafsirkan kode tersebut menjadi pikiran dan makna. Dengan demikian dalam membaca terjadi interaksi antara bahasa dan pikiran sehingga mengkonstruk makna. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Finochiaro and Bonomo (1973:119) yang menyatakan membaca adalah memetik serta memahami arti atau makna yang terkandung di dalam bahasa tertulis.
Jelaslah bagi kita bahwa membaca adalah suatu proses yang bersangkut paut dengan bahasa. Oleh karena itu, guru harus membantu siswa untuk dapat menanggapi atau memberi respons terhadap lambang-lambang visual yang menggambarkan tanda-tanda oditori yang sama yang telah mereka tanggapi sebelum itu. Hal ini sesuai dengan pendapat Lado (1976:132) yang menyatakan bahwa membaca ialah memahami pola-pola bahasa dari gambaran tertulisnya. Menyimak dan berbicara haruslah selalu mendahului kegiatan membaca. Kita dapat membaca lebih cepat kalau kita tahu bagaimana cara mengatakan serta mengelompokkan bunyi-bunyi tersebut dan kalau tidak kita akan tertegun-tegun dalam melakukannya. Oleh karena itu, penting sekali untuk diingat bahwa kesulitan yang berkenaan dengan bunyi, urutan bunyi, intonasi, atau jeda haruslah dijelaskan terlebih dahulu oleh guru sebelum siswa disuruh melaksanakan kegiatan membaca, baik membaca dalam hati ataupun membaca lisan.(Finocchiaro and Bonomo 1937:120).
Hakikat Membaca Pemahaman
Membaca pemahaman adalah suatu proses untuk mengenali atau mengidentifikasi teks, kemudian mengingat kembali isi teks. Membaca pemahaman juga dapat berarti sebagai suatu kegiatan membuat urutan tentang uraian atau menggorganisasi isi teks, bisa mengevaluasi sekaligus dapat merespon apa yang tersurat atau tersirat dalam teks. Pemahaman berhubungan laras dengan kecepatan. Pemahaman atau comprehension, adalah kemampuan membaca untuk mengerti ide pokok, detail penting, dan seluruh pengertian. Selain itu membaca pemahaman (reading for understanding) juga dapat diartikan sebagai sejenis kegiatan membaca yang bertujuan untuk memahami standar-standari atau norma-norma kesastraan, reseni kritis, drama tulis, dan pola-pola fiksi.
(Baca juga: Ariny Dina Yasmin Sukses Rebut Juara Pada Ajang AKSIOMA Se-KKM MAN 1 Jember )
Membaca Pemahaman sebagai Suatu Keterampilan
Setiap guru bahasa haruslah menyadari serta memahami benar bahwa bahasa adalah suatu keterampilan yang kompleks, rumit, dan mencakup atau melibatkan serangkaian keterampilan-keterampilan yang lebih kecil. Keterampilan membaca mencakup tiga komponen yaitu (1) pengenalan terhadap aksara serta tanda-tanda baca, (2) korelasi aksara beserta tanda-tanda baca dengan unsur-unsur linguistik yang formal, (3) hubungan lebih lanjut dari kedua komponen dengan makna (meaning). Keterampilan pertama merupakan suatu keterampilan untuk mengenal bentuk-bentuk yang disesuaikan dengan mode berupa gambar, gambar diatas suatu lembaran, lengkungan-lengkungan, garis-garis, dan titik-titik dalam hubungan-hubungan berpola yang teratur rapi. Keterampilan kedua merupakan suatu kemampuan untuk menghubungkan tanda-tanda hitam di atas kertas yaitu gambar-gambar berpola tersebut dengan bahasa. Hal yang tidak mungkin belajar membaca tanpa kemampuan belajar memperoleh serta memahami bahasa. Hubungan-hubungan itu jelas sekali terjadi antara unsur-unsur dari pola-pla tersebut di atas kertas dan unsur-unsur bahasa formal. Sesuai dengan hakikat unsur-unsur linguistik yang formal tersebut, pada hakikatnya sifat keterampilan itu akan selalu mengalami perubahan-perubahan pula. Unsur-unsur itu dapat merupakan kelompok bunyi kompleks yang dapat disebut sebagai kata, frase, kalimat, paragraf, bab, atau buku. Unsur itu dapat pula berupa unsur yang paling dasar, yaitu bunyi-bunyi tunggal yang disebut fonem. Keterampilan ketiga mencakup keseluruhan keterampilan membaca, pada hakikatnya merupakan keterampilan intelektual, ini merupakan kemampuan untuk menghubung-hubungkan tanda hitam di atas kertas melalui unsur-unsur bahasa yang formal yaitu kata-kata sebagai bunyi, dengan makna yang dilambangkan oleh kata-kata tersebut. (Broughton 1978:90).
Mengembangkan Keterampilan Membaca Pemahaman
Setiap guru bahasa haruslah dapat membantu serta membimbing para pelajar untuk mengembangkan serta meningkatkan keterampilan-keterampilan yang mereka butuhkan dalam membaca. Usaha yang dapat dilaksanakan untuk meningkatkan keterampilan membaca adalah melalui pembelajaran membaca yang mencakup (1) membantu siswa untuk memperkaya kosakatan dengan memperkenalkan sinonim kata, antonim kata, kata berimbuhan, mengira-ngira atau menerka makna, dan menjelaskan kata abstrak, (2) meningkatkan kecepatan membaca siswa dengan melatih siswa untuk dapat menemukan ide, pikiran utama dari suatu bacaan. (Finocchiaro 1974:80-81), (3) membantu siswa untuk memahami makna struktur-struktur kata, kalimat, dan sebagainya. Singkatnya dalam melaksanakan pembelajaran membaca, guru mempunyai tangungjawab yang berat.
Pengertian Pendekatan Kontruktivisme
Konstruktivisme merupakan salah satu filsafat pengetahuan yang menyatakan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi (bentukan) kita sendiri. Menurut Suparno (1997:28) konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia. Manusia mengkonstruksi melalui objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungan. Pengetahuan bukanlah hal yang terlepas dari mata pengamat, karena pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat faka, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil atau diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. (Nurhadi, 2002:10-11). Dengan demikian, tiap orang harus mengkonstruksi pengetahuan sendiri. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Dalam proses keaktifan tersebut seseorang yang ingin tahu amat berperan dalam perkembangan pengetahuannya. Pemahaman dikonstruksi melalui pengalaman,dan pengalaman tersebut dipengaruhi oleh lensa kognitif. (Confrey, 1995).
Menurut Degeng (2001:9), dalam pandangan teori konstruktivisme belajar adalah penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkret, aktivitas, kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi, sedangkan mengajar adalah menata lingkungan agar siswa termotivasi dalam menggali makna serta tidak menghargai ketidakmenentuan. Selain itu Nurhadi (2002:11) menegaskan bahwa dalam pandangan konstruktivisme strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Dalam kaitannya dengan penerapan pembelajaran di sekolah, pengalaman siswa tentang pengalaman sebenarnya sangatlah penting. Bagi penganut konstruktivisme kognitif, pengalaman sebenarnya adalah esensial karena seseorang dapat mengkonstruk refresentasi secara akurat tentang dunianya, sedangkan bagi penganut konstruktivisme radikal dan sosial pengalaman sebenarnya sangat penting. Hal ini karena seseorang dapat mengkonstruksi struktur mental yang sehat dalam situasi yang bermakna. (Doolitle & Camp, 1999).
Ciri dan Prinsip – prinsip Pendekatan Konstruktivisme
Proses belajar dan mengajar yang menggunakan pendekatan konstruktivis memiliki ciri- ciri (Carr dkk., 1998: 8-9) mencakup (1) murid-murid lebih aktif dalam proses belajar karena fokus belajar mereka pada proses integrasi pengetahuan yang baru dengan pengalaman pengetahuan mereka yang lama, (2) setiap pandangan yang berbeda akan dihargai dan sekaligus diperlukan, murid-murid didorong untuk menemukan berbagai kemungkinan dan mensintesiskan secara terintegrasi, (3) proses pembelajaran harus mendorong adanya kerjasama, tapi bukan untuk bersaing. Proses belajar melalui kerjasama memungkinkan murid untuk mengingat pelajaran lebih lama, (4) kontrol kecepatan dan fokus pelajaran ada pada murid; cara ini akan lebih memberdayakan murid, (5) pendekatan konstruktivis memberikan pengalaman belajar yang tidak terlepas dari konteks dunia nyata.
Selanjutnya ada empat hal yang perlu diperhatikan pada penerapan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran bahasa. Hal tersebut meliputi (1) ditinjau dari segi waktu, belajar merupakan pendewasaan individu, dalam rangka merefleksikan segala kebutuhan yang diperlukan, baik oleh pendidik maupun oleh siswa, (2) fokus utama proses pembelajaran adalah adanya suatu pemahaman dan kinerja penampilan yang diharapkan dari siswa, (3) belajar merupakan suatu proses sosial yang bisa berbentuk dorongan untuk bekerja sama, menggunakan ketrampilan berbahasa, melibatkan siswa dalam suasana alam yang sebenarnya, mendorong siswa untuk melakukan dialog dan komunikasi dengan guru dan semua siswa, (4) belajar bahasa dalam keterkaitannya dengan masalah-masalah lain, artinya belajar bahasa memiliki keterkaitan dengan segala sesuatu yang ada di sekitar lingkungan hidup.
Peran Guru dalam Pembelajaran Konstruktivisme
Kegiatan pembelajaran pada dasarnya merupakan proses yang aktif sehingga lingkungan belajar perlu dikondisikan agar memiliki situasi yang mampu membuat siswa dapat menciptakan pengetahuan melalui aktivitasnya sendiri, baik fisik maupun mental. Dalam pembelajaran konstruktivisme guru berperan sebagai fasilitator dan mediator, pembimbing, pendukung (supporter), berpikir terbuka (open minded), dan mengakui cara belajar individual. Peran guru sebagai mediator dan fasilitator dapat diwujudkan dengan menyediakan (1) menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggungjawab, (2) menyediakan kegiatan yang dapat merangsang keingintahuan siswa, dan membantu mereka mengekspresikan gagasannya serta mengkomunikasikan ide ilmiah mereka, (3) memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pemikiran siswa sudah berjalan atau tidak. Guru menunjukkan dan mempertanyakan, apakah pengetahuan siswa dapat diberlakukan untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan, (4) guru perlu banyak berinteraksi dengan siswa untuk lebih mengerti hal-hal yang sudah diketahui dan dipikirkan siswa, (5) tujuan dan apa yang akan dilakukan di kelas sebaiknya dibicarakan bersama sehingga siswa sungguh terlibat, (6) guru perlu mengerti pengalaman belajar yang lebih sesuai dengan kebutuhan siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan berpartisipasi di tengah siswa. Peran guru sebagai pembimbing dapat diwujudkan dengan melakukan bimbingan dan penyuluhan, memberikan arahan-arahan untuk membantu siswa dalam proses pembelajaran, sedangkan peran guru sebagai pendukung dapat diwujudkan dengan guru diharapkan mampu memberikan saran, tantangan kreatifitas, dan berpikir bebas. Dalam pembelajaran guru harus berpikir terbuka (open minded), dalam hal ini guru diharapkan dapat mengakomodasikan segala cara untuk mencapai efektifitas pembelajaran sedangkan mengakui cara belajar individual, guru harus selalu mampu memperhatikan segala kemungkinan-kemungkinan adanya kekuatan, keperluan, dan perasaan setiap siswa (Arbainsyah: 70-71).
(Baca juga: Berawal Suka Pelajari Bahasa Arab hingga Akhirnya Lulus Cum Laude di UIN Sumatra Utara )
Implikasi Teori Konstruktivisme dalam Pembelajaran
Implikasi teori konstruktivistik menurut Piaget dalam pembelajaran meliputi (1) memusatkan perhatian pada proses berfikir anak, bukan sekedar pada hasil, (2) menekankan pada pentingnya peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan secara aktif dalam pembelajaran, anak didorong sendiri untuk menemukan sendiri melalui interaksi dengan lingkungannya (3), memaklumi adanya perbedaan individual dalam kemajuan perkembangan, sehingga guru harus melakukan upaya khusus untuk mengatur kegiatan kelas individual atau kelompok kecil. Selain Piaget, Vygotsky (dalam Slavin 1994:49) menyatakan bahwa dalam pembelajaran konstruktivisme guru hendaknya memberikan sejumlah besar bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan tersebut untuk selanjutnya memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil tanggungjawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya. Bantun tersebut dapat berupa petunjuk, peringatan, atau dorongan yang memungkinkan peserta didik untuk tumbuh sendiri.
Aktualisasi Pembelajaran Membaca dengan Pendekatan Konstruktivisme
Pada dasarnya pembelajaran membaca, dapat diaktualisasikan dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme, diamana dalam pelaksanaannya guru dapat membagi menjadi tiga tahap kegiatan pembelajaran. Pada tahap pertama atau pra baca guru dapat menjelaskan kegiatan pembelajaran yang mencakup (1) membuka pelajaran dengan disertai pemberian motivasi kepada siswa, (2) menyampaikan tujuan pembelajaran, dalam hal ini adalah membaca pemahaman, (3) membagi kelompok belajar bersama dengan siswa, (4) memotivasi siswa untuk berani menetapkan apa yang dipelajari, isu apa yang menarik, cara apa yang ditempuh, dan bagaimana mereka merumuskan tujuan yang hendak dipakai, (5) tidak keberatan mengubah strategi pembelajaran, isi pembelajaran sesuai dengan tuntutan keadaan terutama bila hal tersebut menguntungkan bagi siswa. Setelah melalui tahap pra baca siswa diajak untuk memasuki tahap saat baca. Dalam tahap tersebut hal yang dapat dilakukan oleh guru meliputi (1) memberikan kesempatan bagi siswa untuk mencari pengalaman, pada saat proses pembentukan pengetahuan, (2) memberikan kesempatan yang cukup bagi siswa untuk mengemukakan jawaban-jawaban yang tepat, (3) guru menugasi siswa untuk dapat menyampaikan hasil kerja kelompok secara bergiliran. Tahap terakhir adalah tahap pasca baca. Tahap tersebut meliputi (1) membantu dan membimbing siswa agar dapat mengubah jawaban yang kurang relevan, (2) memberikan tugas akhir.
Pada dasarnya tahap pra baca, saat baca, dan pasca baca dapat dikatakan sebagai tahap pengamatan karena pembelajaran pada tahap tersebut dapat dilakukan bersama pelaksanaan tindakan. Hal ini dilaksanakan secara intensif, obyektif, dan sistematis. Dalam tahap ini guru mengenal, merekam, dan mendokumentasikan semua indikator dari proses hasil perubahan yang terjadi baik dari tindakan yang terencana maupun dampak intervensi dalam pembelajaran. Tahap pengamatan diakhiri dengan tahap refleksi, refleksi diadakan setelah siklus tersebut berakhir. Masalah yang didiskusikan menyangkut kegiatan menganalisis tindakan yang baru dilakukan, mengulas dan menjelaskan perbedaan rencana dan pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan, dan melakukan intervensi, pemaknaan, penyimpulan data yang diperoleh. Hasil refleksi ini dimanfaatkan sebagai masukan pada tindakan selanjutnya.
Penutup
Pada dasarnya guru berperan sebagai penggiat dalam pembelajaran dengan melakukan optimalisasi dalam pembelajaran. Salah satu bentuk optimalisasi guru adalah dengan membentuk siswa berkompetensi tinggi melalui kegiatan membaca, oleh karena itulah kegiatan membaca harus dibiasakan pada diri siswa terutama membaca pemahaman. Membaca pemahaman adalah kegiatan membaca yang dapat mendorong siswa untuk dapat mengenali atau mengidentifikasi teks dan mengingat kembali isi teks. Pembiasaan kegiatan membaca pemahaman dapat dilakasanakan melalui pembelajaran membaca pemahaman dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme. Dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivistivisme, guru berperan sebagai fasilitator dan mediator. Hal tersebut dapat dilaksanakan oleh guru melalui beberapa tahap kegiatan pembelajaran yang meliputi tahap pra baca, saat baca, dan pascabaca.
*Staff pengajar bahasa dan sastra Indonesia di MA Unggulan Nuris Jember