Tata Krama dalam Pergaulan, Bagian 4
Keempat: Menutupi Aib
وَإِنْ أَرَدْتَ ذِكْرَ عَيْبِ الْــــغَيْرِ فَفَتِّشَنْ نَـــفْسَكَ قَــبْلَ الذِّكْرِ
Kalau mau menyebut aib temanmu
ingatlah bahwa lebih besar aibmu
فَقَدْ رَأَى الْمَرْءُ الْقَذَى فِى غَـيْرِهِ وَلاَ يَرَى جَــــذْعًا بِعَيْنِ نَفْسِهِ
Kesalahan orang lain engkau lihat
kesalahanmu sendiri tak kau lihat
Syarah:
Ghibah (membicarakan aib orang lain) itu dilarang keras: benar maupun salah apa yang disampaikan; apalagi ghibah yang salah. Allah Swt berfirman:
يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءٰامَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيْرًا مِنَ الظَّنِّ؛ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ، وَلاَ تَجَسَّسُوا وَلاَ يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا؛ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُ… (سورة الحجرات: 12)
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa; dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjing satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya… (Qs. Al-Hujurât: 12)
Sebaliknya, menutup aib orang lain adalah sangat dianjurkan. Kalau memperhatikan hadits nabi pada pembahasan sebelumnya, maka orang-orang yang menutup aib saudaranya sesama muslim, Allah Swt akan merahasiakan aibnya baik di dunia maupun di akhirat.
(baca juga: Tata Krama dalam Pergaulan, Bagian 3)
Bagaimana caranya agar kita tidak mudah membicarakan aib orang lain? Terlebih dahulu hendaklah disadari bahwa setiap manusia itu pasti punya kesalahan dan kekeliruan jika belum menjadi perbincangan orang lain karena kesalahan dan kekeliruan itu belum terungkap ke permukaan. Dengan demikian ketika akan menyebut cacat orang lain, maka berkacalah terlebih dahulu: tengoklah ke dalam diri kita sendiri.
Apakah kita telah sempurna sehingga tidak pernah melakukan kesalahan, jangan-jangan kita juga melakukan hal yang sama atau bahkan lebih buruk dari orang yang akan kita gunjingkan. Umumnya kita sangat memperhatikan terhadap kesalahan orang lain, tetapi lupa pada kesalahan yang kita lakukan sendiri. Seperti peribahasa yang sangat populer “kuman di seberang lautan kelihatan, namun gajah di pelupuk mata tak kelihatan.”
Sebagai manusia biasa, tentu tidak seorangpun yang bisa lepas dari khilaf. Itu adalah sifat yang melekat pada semua manusia selain para Rasul yang mempunyai sifat ma’shum (terjaga dari kesalahan). Oleh karena itu ketika melihat orang lain berbuat salah, sudah seharusnya kita menutupinya, bukan malah sebaliknya, mempermalukannya dengan menyebarkan kepada semua orang. Yang harus dilakukan adalah selalu menyibukkan diri dengan membersihkan debu yang masih melekat pada diri kita, sehingga kita tidak mudah dan tidak sempat untuk mencibirkan keburukan orang lain. Inilah orang yang paling beruntung sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
طُوبَى لِمَنْ شَغَلَهُ عَيْبُهُ عَنْ عُيُوْبِ النَّاسِ. (رواه الْبَزَّارُ)
“Beruntunglah orang yang menyadari pada aibnya sendiri sehingga tidak pernah memperhatikan kesalahan orang lain” (HR. Al Bazzar)[AF.Editor]
*terjemahan Kitab Tarbiyatus Shibyan oleh KH. Muhyiddin Abdusshomad, Syaikhul Ma’had Pesantren Nuris Jember
Sumber Berita : disarikan dari website pesantrennuris.net